Jumat, 18 Maret 2016

TUGAS KEDUA FONOLOGI SEMESTER 2

TUGAS KEDUA
WIWIT RAHAYU PUTRI (156210522)
II A
FONOLOGI


1. Masih ingatkah anda bunyi dental?
    Jawaban : istilah linguistik : Adjektifa (kata sifat), berhubungan dengan gigi atas dalam proses didefenisikulasi suatu bunyi. Adjektifa (kata sifat), terjadi karena penyempitan atau persentuhan antara (ujung) lidah dan gigi. Nomina (kata benda), bunyi terbentuk dengan cara demikian. 

2. Apa yang dimaksud dengan linguistik terkecil? apa hubungannya dengan fonem?
    Jawab :
Di dalam bahasa Indonesia bentuk linguistik [palaƞ] ‘palang’ dapat dipisah menjadi lima bentuk linguistik yang lebih kecil yang masing-masing tidak mempunyai makna, yaitu [p], [a], [l], [a] dan [ƞ]. Jika salah satu bentuk linguistik terkecil tersebut ( misalnya [p] diganti dengan [d], [j], [m] ), maka makna bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaƞ] akan berubah.
[dalaƞ]   ‘dalang’
[jalaƞ]    ‘liar’
[malaƞ]  ‘celaka’
Berdasarkan bukti empiris tersebut diketahui bahwa bentuk linguistik terkecil [p] berfungsi membedakan makna terhadap bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaƞ], walaupun [p] sendiri tidak mempunyai makna. Bentuk linguistik terkecil yang berfungsi membedakan makna itulah yang disebut fonem. Jadi, bunyi [p] merupakan realisasi dari fobnem /p.


Sebagai bentuk linguistik terkecil yang membedakan makna, wujud fonem tidak hanya berupa bunyi-bunyi segmental (baik vokal maupun konsonan), bisa juga berupa unsur-unsur suprasegmental (baik nada, tekanan, durasi, maupun jeda). Walaupun kehadiran unsur suprasegmental ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-bunyi segmental, selama ia bisa dibuktikan sacara empiris sebagai unsur yang bisa membedakan makna, ia disebut fonem.

3. Apa yang dimaksud dengan distribusi linguistik? Apa kaitannya dengan analisis fonem?
    Jawab : 
Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik terkecil dalam bentuk linguistik yang lebih besar. Perhatikan data bentuk-bentuk linguistik berikut.
[pita]     ‘pita’                          [atap]     ‘atap’
[sapu]    ‘sapu’                         [sap’tu]              ‘sabtu’


Dari deretan data di atas diketahui bunyi stop bilabial tidak bersuara (tercetak tebal) diucapkan secara berbeda. Pada deretan kiri diucapkan secara plosif. Sedangkan deretan kanan diucapkan implosif. Kedua jenis bunyi ini mempunyai kesamaan fonetis. Setelah diamati, ternyata bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara plosif apabila menduduki posisi onset silaba (mendahului nuklus), sedangkan bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara implosif apabila menduduki posisi koda silaba (mengikuti nuklus). 

Berarti kedua bunyi tersebut berdistribusi komplementer, yaitu bunyi yang satu tidak pernah menduduki posisi bunyi lain. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan masing-masingnya berdistribusi komplementer merupakan alofon dari fonem yang sama, yaitu /p/.

Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras  apabila berdistribusi komplementer dan bervariasi bebas
Berdistribusi komplementer adalah bunyi yang satu tidak pernah menduduki posisi bunyi yang lain begitu juga sebaliknya
Contoh berdistribusi komplementer;
      Bunyi [k] dan [?], bunyi [k] menduduki posisi silaba (pengawal suku), sedangkan bunyi [?] menduduki posisi koda silaba (pengakhir suku), misal dalam kata [poko?] dan [ma?lum].  

4. Bagaimana cara membedakan sebuah bunyi adalah fonemik atau bukan?
          Jawab : 
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan bahasa pertama, kalau kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi tersebut adalah fonem.

 5.Berikan contoh kalimat baku dan tidak baku?
              Jawab :
Kata baku dapat diartikan sebagai kata yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.

   Kata baku digunakan dalam ragam bahasa resmi seperti perundang-undangan, surat-menyurat, karangan ilmiah, pidato kenegaraan, dan lain-lain.
     Kata tidak baku adalah kata yang tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia yang telah ditetapkan. Kata tidak baku muncul dan banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata tidak baku banyak digunakan karena sifatnya yang tidak resmi sehingga nyaman ketika digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata tidak baku banyak berkembang dari serapan kata bahasa daerah maupun bahasa asing.
    Kata Baku-Kata Tidak Baku kata baku
Aktif-Aktip
Aktivitas-Aktifitas
Apotek-Apotik
Analisis-Analisa
Asas-Azas
Atlet-Atlit
Atmosfer-Atmosfi
6. Mengapa ketika kita menganalisis fungsi analisasi bunyi yang dioasangkan adalah bunyi-bunyi yang homorgen atau sefonetis? Mengapa tidak sembarangan bunyi yang dipasangkan? Berikan contohnya! 
   Jawab :
Bunyi homorgen adalah bunyi-bunyi bahasa yang dibentuk oleh alat dan daerah artikulasi yang sama. contog konsonan a,i,u,e,o,l,a,(T),(D), (N), konsonan bilabial (p), (b), (m), konsonan paratel (c), (j), (n) bunyi dikatakan mempunyai kesamaan sifonetis apabila bunyi tersebut terdapat pada lajur. Sama, kolom sama atau pada lajur-lajur dan kolomnya sama. contoh : (p)-(p1) (p)-(b) (t)-(t1). Proposional= dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya.