Senin, 21 September 2015

BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA



                                                                             Dosen Pembimbing
                                                                             Emmawati Sulaiman

                                                          
                                                            Tugas Kedua
                    
                                      

Oleh
NAMA : WIWIT RAHAYU PUTRI
NPM   : 156210522
                                                         
                                                         LOCAL I A
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2015





 3.3  BAHASA DAN FAKTOR LUAR BIASA
 
     Disebutkan bahwa objek kajian linguistik mikro adalah struktur intem bahasa atau sosok bahasaitu sendiri, sedangkan kajian makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-fktor diluar bahasa, yaitu menjadi objek kajian linguistik mikro, yaitu dengan melihat ciri-ciri yang merupakan hal yang hakiki dari bahasa itu. Yang dimaksud dengan faktor-faktor luar bahasa itu tidak lain dari pada segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia didalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan didalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang tanpa berhubungan dengan bahasa. Oleh karena itu, hal-hal yang menjadi objek kajian makro itu sangat luas dan beragam. Yang memang erat kaitannya dengan bahasa adalah masalah bahasa dalam kaitannya dengan kegiatan sosial di dalam masyarakat atau lebih jelasnnya, hubungan bahasa dengan masyarakat itu

3.3.1.  Masyarakat Bahasa

       Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelompok orang(dalam jumlah yang banyaknya relatif), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal, atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Masyarkat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Dengan asa sekelompok orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa Sunda, maka bisa dikatakan mereka adalah masyarakat bahasa Sunda.
Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bhasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit. Masyarkat bahasa Baduy dan masyarakat bahasa Osing (dziJawa Timur) tentu saja sangat sedikit atau sempit, masyarakat bahasa Jawa dan masyarakat bahasa sunda tentu lebih luas.
       Secara linguistik bahasa Indonesia dan Malaysia adalah bahasa yang sama, Karena kedua bahasa itu banyak sekali persamaannya, sehingga orang Malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa Indonesia, dan sebaliknya orang Indonesia dapat pula mengerti bahasa Malaysia.

3.3.2 Variasi dan Status Bahasa Sosial

       Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya 2 macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemikirannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi(biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain variasi bhasa rendah(biasanya dsisngkat R). Variasi T digunakan dalam situasi resmi, seperti pidato singkat, bahasa pengantar dalam pendidikan, khotbah, surat-menyurat resmi, dan buku pelajaran. Varasi bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti dirumah, diwarung, dijalan, dalam surat-menyurat pribadi, dan catatan untuk sendiri.
Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai kosa kata masing-masing yang berbeda. Contoh:
Bahasa Yunani
Ragam T                                                       Ragam R                                     
Ikos                                                                spiti                            rumah
Idhor                                                               nero                              air
Inos                                                                krasi                          anggur

3.3.3 Penggunaan Bahasa

        Hymes (1974) seorang pakar linguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni:
  •           Setting and Scene
Unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu yang terjadinya percakapan. Umpamanya percakapan yang terjadi di kantin sekolah pada waktu jam istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi dikelas ketika pelajaran sedang berlangsung.


  •   Participants
           Orang-orang yang terlibat dalam percakapan. Umpamanya, antara ali murid kelas dua SMA dengan Pak Ahmad gurunya.


  •   Ends
            Maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru bertujuan menerapkan pelajaran bahasa Indonesia secara menarik tetapi hasil yang didapat adalah sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat mengikuti pelajaran bahasa.


  • Act Sequences
           Hal yang menunjukkan pada bentuk dan isi percakapan. Misalnya dalam kalimat:
  •   Dia berkata dalam hati. “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik
  • Dia berkata dalam hati. “Mudah-mudahan lamarannya diterima dengan baik
             Perkataan “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada kaliat (a) adalah bentuk percakapan sedangkan kalimat (b) adalah contoh isi percakapan.

  • 5 Key
          Yang menunjukkan pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.

  •    Instrumentalities
          Yang menunjukkan pada jalur percakapan, apakah secara lisan atau bukan.

  • Norms
           Yang menunjukkan pada norma perilaku peserta perckapan.

  •    Genres
            Yang menunjukkan pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan

3.3.4.  Kontak Bahasa

     Kontak bahasa adalah saling pengaruh antara berbagai bahasa karna para bahasawan saling bertemu(kamus linguistik). Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakt lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya yang disebut biliualisme(2 bahasa atau lebih) dan multingualisme( lebih dari 2 babahsa) dengan berbagai macam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, dan campurcode.
     Contoh pada tataran fonologi, misalnya, kalau penutus bahasa Jawa mengucapkan kata-kata bhasa Indonesia yang mulai dengan /b/,/d/,/j/, dan /g/, maka konsosnan tersebutbakan didahuluinya dengan bunyi nasal yang homorgan. Jadi, kata Bogor akan diucapkan mBogor, kata Depok dilafalkan menjadi kata nDepok dan kata gossip akan diucapkan nggosip.
     Kata dalam bahasa Indonesia yang sekarang dieja menjadi montir, riset, sopir, dan dongkrak adalah contoh yang sudah berintegrasi. Umpamanya ketika A dan B sedang bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia datanglah C yang tidak mengerti bahasa Indonesia tetapi dapat berbhasa Inggris (dan kebetulan A dan B dapat berbhasa Inggris), maka kemudian digunakanlah bahasa Inggris.

3.3.5. Bahasa dan Budaya

    Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan lebih jelas bahasa itu mempengaruhi cara berfikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Umpamanya, karena masyarakat Inggris berbudaya makan nasi, maka dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk menyatakan padi, gabah, beras dan nasi. Yang ada Cuma kata rice untuk keempat konsep itu.

3.4 KLASIFIKASI BAHASA

     Sudah disebukan ahwa bahasa itu bersifat universal disamping juga unik. Jadi. Bahasa-bahasa yang ada di dunia ini disamping ada kesamaannya ada juga perbedaannya, atau cirri khasnya masing-masing. Klasifikasi dilakukan dengan melihat cirri yang ada pada setiap bahasa. Bahasa yang mempunyai kesamaan cirri dimasukkan dalam satu kelompok. Menurut Grenberg (1957:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekshaustik dan unik. Yang dimaksud dengan nonarbiter adalah bahwa criteria klasifikasi itu tidak boleh semuanya, hanya harus ada satu kriteria. Dengan kriteria yang hanya satu ini, yang nonarbitrer, maka hasilnya akan ekshaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya.

3.4.1.  Klasifikasi Bahasa

     Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan gris keturunn bahasa-bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Lalu, bahasa pecahan ini akan menurunkan pula bahasa-bahasa lain. Kemudian bahasa-bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa-bahasa pecahan berikutnya.
    Kalsifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk(bunyi) dan makna yang dikandungnya. Bahasa-bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap berasal dari bhasa asal atau bahasa proto yang sama. Oleh karena itu, klasifikasi genetid bisa dikatakan merupakan hasil pengerjaan linguistik historis komparatif


 3.4.3.  Klasifikasi Areal
 
     Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetic atau tidak. Yang terpenting adanya data pinjam-meminjam yang meilputi pinjaman bentuk dan arti atau pinjaman bentuk saja, atau juga pinjaman arti saja.
     Usaha kalsifikasi berdasarkan areal ini pernah dilakukan oleh Wilhelm Schmidt(1868-1954) dengan bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise er Enden yang dilampiri dengan peta. Peta itu diperlihatkan distribusi geografis dari kelompk-kelompok bahasa yang penting, disertai dengan cirri-ciri tertentu dari bahasa-bahasa tersebut.

3.4.4. Klasifikasi Sosiolinguistik

      Historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah pemakaian bahasa itu. Kriteria standarisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku, atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal. Vitaitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunkannya dalam kegiatan sehari-hari secara aktif, atau tidak. Sedangkan homogeny berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa itu diturunkan.
     Klasifikasi sosiolinguistik ini bukan satu-satunya kalsifikasi sosiolinguistik, sebab kita mempersoalkan bagaimana, misalnya. Keadaan dan status bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan di beberapa negara di kawasan Asia ynag begitu kompleks. Di Indonesia selain ada bhasa Indonesia yang menjadi bahasa resmi, bahasa standarm, bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa kesatuan, masih terdapt bahasa daerah, yang juga bis menjadi bersifat resmi pada situasi yang bersifat kedaerahan

3.5 BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA  

   Bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah sekunder. Bahasa lisan lebih dahulu ada dari pada bahasa tulis. Malah hingga saat ini masih banyak bhasa di dunia ini yang belum punya tradisi tulis. Artinya, bahasa itu hanya digunakan secara lisan, tetapi tidak secara tulisan. Dalam bhasa itu belum dikenal ragam bhasa tulisan yang ada hanya ragam bhasa lisan. Meskipun dikatakan bhasa lisan dadalah primer dan bhasa tulis sekunder tetapi peranan atau fungsi bahasa tulis di dalam kehidupan modern sangat besar sekali.

    Bahasa tulis bisa menembus waktu ruang, padahal bahasa lisan begitu diucapkan segera hilang tak berbekas. Bahasa tulis dapat disimpan lama sampai waktu yang tak terbatas. Karena itulah kita bisa memperoleh informasi dari masa lalu atau dari tempat yang jauh melalui bahasa tulis ini tetapi tidak melalui bahasa lisan. Bahasa tulis pun sebenarnya merupakan “rekaman” bahasa lisan,sebagai usaha manusia untuk “menyimpan” bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda.

   Para ahli dewasa ini memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar-gambar yang terdapat digua-gua di Altamira di Spanyol utara, dan dibeberapa tempat lain. Pada zaman modern pictogram ini masih banyak digunakan orang sebagai alat komunikasi. Tulisan pictogram ini banyak digunakan oleh orang-orang Indian di Amerika, dan orang-orang Yukagir di Siberia, serta di pulau Paska(Pasifik Timur).

    Salah satu contoh tulisan paku yang dipakai oleh bangsa Sumaria pada lebih kurang 4.000 SM. Aksara paku ini kemudian diambil oleh orang Persia, yakni pada zaman Darius I (522-468 SM), tetapi tidak untuk menyatakan gambar, gagasan, atau kata, melainkan utuk menyatakan suku kata. Sistem yang demikian, yang menggambarkan suku kata disebut aksara silabis.

    Selain orang Persia, orang mesir pun mengembangkan juga system tulisan yang menggambarkan suku kata. Aksara silabis Mesir ini mempengaruhi system tulisan bangsa-bangsa lain, termasuk bangsa Fenesia, yang hidup di pantai timur Laut Tengah. Aksara Fenesia ini terdiri dari 22 buah suku kata. Jadi, dalam aksara Fenesia ini setiap aksara melambangkan suatu konsonan yang diikuti oleh satu vocal.

    Jadi sebelum tulisan Romawii atau Ltin itu tiba di Indonesia, berbagai bahsa di Indonesia telah mengenal aksara, seperti dikenal bahasa jawa, bahasa Sunda, bahasa Bugis, bahasa Makasar, bahasa Lampung, bahasa batak, dan bahasa Sasak.aksara pallawa itu sendiri berasal dari aksara Brahmi yang asal-muasalnya dapat ditelusuri sampai ke tulisan semit. Jadi, Pallwa itu seasal dengan aksara Ibrani, Persi, dan Arab.

   Datangnya agama islam di Indonesia menyebabkan tersebarnya pula Aksara Arab. Aksara Arab ini berbagai modifikasi digunakan bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan beberapa bahasa daerah lain. Aksara Arab yang digunakan kini di Malaysia disebut aksara Jawi, yang dipakai untuk bahasa Indonesia(waktu dulu) disebut aksara Arab Melayu atau Arab Indonesia, dan yang dipakai dalam bahasa Jawa disebut aksara Pegon.

    Dalam pembicraan mengenai bahasa tulisa dan tulisan kita menemukan istiah-istilah huruf, abjad, aksara, graf, grafem,alograf, dan jufa kaligrafi dan graffiti. Huruf adalah istilah umum untuk graf dan grafem. Abjad dan alphabet adalah urutan huruf-huruf dalam suatu system aksara. Graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya sedangkan gorfem adalah satuan terkcil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata, atau morfem, tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan. Grafit adalah coret-coret di dinding, tembok, pagar dan sebagainya dengan huruf-huruf dan kata-kata tertentu. Kebiasaan membuat graffiti ini pun sudah lama. Biasanya dilakukan untuk menyalurkan ekspresi kejiwaan, keinginan berontak, dan sebagainya.

      Hubungan antara fonem (yaitu satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan makna dalam suatu bahasa) dengan huruf atau grafem(yaitu saruan unsure terkecil dalam aksara) ternyatajuga bermacam-macam. Dalam bahasa Indonesia sebuah huruf digunakan untuk melambangkan fonem /x/ dan gabungan huruf /ng/ untuk melambangkan fonem /n/. Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa ejaa yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk melambangkan satu fonem. Ejaan bahasa Indonesia belum seratus persen ideal, sebab masih ada digunakan gabungan huruf untuk melambangkan suatu fonem. Namun, tampaknya ejaan bahasa Indonesia masih jauh lebih baik dari pada ejaan bahasa Inggris.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar